Difabel yang Sukses Menjadi Pengusaha dan Presenter TV

Difabel yang Sukses Menjadi Pengusaha dan Presenter TV

Difabel yang Sukses Menjadi Pengusaha dan Presenter TV

Selain menjadi ibu rumah tangga, Endang Sundayani sekarang ini menjadi salah satu pembawa acara di TVRI Yogyakarta dalam program Kami Bisa. “Kebetulan sekarang ini ada program baru di TVRI yang bertema “Kami Bisa”, disini saya mewawancarai para difabel yang sudah bisa beraktivitas secara mandiri dan sukses dalam hal ekonomi,” ucap Endang ketika ditemui tim liputan Bisamandiri.com.

Memiliki kondisi skoliosis (bengkok pada tulang punggung) sejak lahir, membuat Endang tidak bisa berjalan seperti orang-orang pada umumnya. “Pada usia kandungan 9 bulan, mama saya jatuh dari becak. Ternyata kecelakaan ini berdampak pada saya yang saat itu masih dalam kandungan, saya lahir tanpa menangis dan dokter bahkan memfonis saya tidak bisa bicara,” ungkap Endang yang sekarang ini mampu berbicara dengan lancar.

Keterbatasan yang Endang miliki yakni tak bisa berjalan seperti orang normal lainnya, membuat Endang tak pernah mengenyam dunia pendidikan. “Saya bilang sama mama, lebih baik adik saja yang sekolah saya di rumah saja nonton televisi. Namun di rumah saya belajar secara otodidak, baik dari televisi serta dibantu oleh kakak saya yang mengajarkan membaca sedikit demi sedikit,” katanya.

Tak ada yang menyangka bila wanita asli Jawa Barat yang memiliki wawasan cukup luas ini tidak pernah mengenyam dunia pendidikan. “Saya melihat dunia luar dari televisi, selain itu saya juga senang bergaul dan memperluas silaturahmi dengan orang-orang yang bukan difabel,” papar ibu dua anak tersebut.

Merasa tak berkembang dengan kondisinya selama di Bandung, Endang memutuskan hijrah ke Yogyakarta bersama sang paman pada tahun 2001 silam. “Saya dengar disabilitas di Jogja itu banyak dan supir angkotnya ramah-ramah. Dari sana saya memutuskan ikut om saya yang memproduksi gorden di Yogyakarta, dan salah seorang pelanggan om saya menyarankan saya kenapa tidak ikut bergabung di YAKKUM,” kenangnya.

Menemukan Hidup Baru di Yogyakarta

Endang merasa menemukan hidup dan semangat baru ketika Ia hijrah di Yogyakarta. “Ketika di rumah saya merasa orang yang paling cacat dan susah untuk berkarya. Setelah saya bergabung dengan teman-teman YAKKUM, ternyata masih ada yang lebih kurang beruntung dari saya sehingga saya lebih termotivasi dan mulai belajar bersyukur dengan hidup saya,” kata Endang.

Ketika ditanya latarbelakangnya kenapa bisa nyasar di dunia entertainment, Endang menceritakan bahwa awalnya ini sebuah kebetulan. “Dulu ketika masih di YAKKUM saya bersama teman-teman diundang untuk paduan suara di TVRI, tak disangka-sangka bila keinginan saya untuk bisa menjadi pembawa acara di TVRI terkabul ketika salah seorang staf TVRI menghubungi saya untuk membawakan acara program Kami Bisa ini,” tutur Endang.

Tak hanya menemukan semangat baru dalam menjalani hidupnya, Endang juga mendapatkan pendamping hidup saat Ia mengikuti terapi di YAKKUM Yogyakarta. “Tahun 2006 saya menikah. Awalnya kami masih bantu om saya untuk produksi gorden, selanjutnya suami saya bekerja di perusahaan tas dan sedikit demi sedikit belajar memproduksi tas sendiri,” ujarnya.

Dalam merintis bisnis tas bersama sang suami, Endang mengaku mengumpulkan modal usahanya dari tabungan yang dimilikinya. “Selain dari menyanyi dan menjadi pembawa acara di TVRI, saya juga jualan produk kecantikan. Dari situ saya mulai menabung untuk membeli mesin jahit, bahan baku, dan lain sebagainya,” cerita Endang.

Selama ini untuk pemasaran bisnis tas yang Ia jalankan, Endang dibantu sang adik untuk memasarkan produknya di dunia maya. “Adik saya jualan online, lumayan kemarin dari Madiun ada pesanan soft case hp, dompet ipad, tas-tas vinil, dan lain sebagainya. Semoga kedepannya bisa kontinyu pesanan dari konsumen,” katanya.

Untuk teman-teman sesama difabel, Endang berpesan bahwa akan ada cara untuk mencapai kesuksesan. “Meski awalnya kita takut mencoba karena takut gagal, namun dengan bismillah bila kita berusaha pasti sedikit demi sedikit akan terwujud karena kegagalan adalah kesuksesan yang tertunda,” pesannya menutup pertemuan kami.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *