Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Terapi Terpadu untuk Anak Tuna Rungu

Terapi terpadu tuna runguTidak banyak orang yang tahu bahwa banyak penelitian menemukan hampir semua anak tuna rungu tidak sepenuhnya tuli dan masih mempunyai sisa pendengaran yang bisa dioptimalkan. Untuk mengoptimalkan sisa pendengaran tersebut, penggunaan alat bantu dengar sangatlah dibutuhkan dan efektif untuk membantu anak tuna rungu.

Namun ayah dan bunda perlu mengingat bahwa penggunaan alat bantu dengar tidaklah seperti penggunaan alat bantu visual.  Pada alat bantu visual seperti kaca mata, respon yang diberikan terhadap stimulus tersebut adalah langsung, dalam artian seorang anak tidak perlu melakukan penyesuaian terlebih dahulu terhadap alat bantu visual yang dikenakannya.

Sedangkan pada alat bantu dengar, respon terhadap pendengaran tersebut memerlukan latihan untuk penyesuaian dan pemahaman yang kemudian suara mampu didengar. Cara yang paling efektif untuk membantu pehamaman kata pada anak tuna rungu adalah dengan membantunya mendengar kata tersebut berulang-ulang kali. Penting juga untuk diingat bahwa dalam mengenalkan kata tersebut dalam pengucapannya harus menggunakan kalimat-kalimat pendek dan tentu saja jelas. Bantuan visual atau gambar, dalam banyak hal akan lebih membantu seorang anak untuk memahami sebuah kata.

Setelah memahami kondisi tersebut maka dalam artikel ini kita akan menggali mengenai apa yang disebut dengan terapi terpadu.

Apa yang disebut dengan terapi terpadu?

Terapi terpadu merupakan gabungan antara terapi wicara dan terapi mendengar. Pada bagian pendahuluan diatas, para pembaca telah diajak untuk memahami bahwa anak dengan kondisi tuna rungu masih mempunyai sisa pendengaran yang dapat dioptimalkan. Maka merupakan hal yang disayangkan jika pemberian terapi pada anak tuna rungu hanya berfokus pada terapi wicara saja. Lalu hal-hal apa saja yang harus dilakukan dalam mengimplementasikan terapi terpadu tersebut pada anak tuna rungu?

Pertama, membiasakan anak untuk mendengar kata dengan menggunakan telinga dengan menggunakan alat bantu dengar tentunya, dan tidak hanya mengandalkan kemampuan untuk membaca gerak bibir atau dengan visualisasi gambar.

Kedua, tetap menggunakan volume bicara normal ketika berbicara dengan anak tuna rungu. Hal inilah yang sering kali tidak dipahami oleh kebanyakan orang. Jika kita bericara dengan volume yang keras atau bahkan berteriak maka suara yang terdengar oleh anak tuna rungu adalah vocalnya saja.  Sedangkan yang dibutuhkan adalah untuk menangkap keseluruhan konsonan.

Ketiga, menyadari bahwa keterbatasan anak dalam merespon pembicaraan adalah karena minimnya keterbatasan kata yang mereka miliki. Untuk mengatasi hal ini bantuan secara visual melalui gambar memang dapat menolong anak tuna rungu untuk memahami kata. Namun jika anak tersebut telah memahami kata yang dimaksud, bantuan secara visual dan gambar harus dihilangkan.

Keempat, ayah dan bunda harus menyadari juga bahwa sangatlah penting untuk terus menerus mengenalkan kata-kata baru pada anak dan tidak menuntut anak untuk mengucapkan kata-kata tersebut. Maka ketika seorang anak sudah memakai Alat Bantu Dengar, ayah dan bunda harus berkonsentrasi untuk memasok kata-kata baru pada anak melalui percakapan normal dan saat ayah dan bunda menganalkan kata-kata baru pada anak.

Kelima, ketika sudah menjalankan poin pertama sampai dengan keempat secara konsisten, maka anak akan mempu mencapai apa yang disebut Bahasa Reseptif yaitu mengerti kata-kata yang diucapkan oleh orang lain tanpa harus melihat gerak bibir, walau belum mampu untuk mengucapkannya. Setelah beberapa lama, biasanya anak akan mampu untuk mengucapkan kata pertamanya dan akan disusul oleh kata-kata yang lain.

Keenam, pada tahapan ini biasanya anak sudah mengerti banyak hal namun yang menjadi permasalahan adalah pada pengucapan yang sering kali masih lemah. Pada tahapan inilah terapi wicara dibutuhkan untuk melatih anak mengucapkan kata-kata yang sudah dipahaminya atau memperbaiki pengucapannya.

Pola gabungan dari terapi mendengar dan terapi wicara dapat menjadi terapi yang lebih efektif bagi anak tuna rungu. Mempraktekkan kedua terapi mungkin akan menjadi pilihan yang lebih baik dibandingkan dengan hanya menerapkan salah satunya saja.

Nah, bagi orang tua atau pendamping yang memiliki pengalaman lain berkaitan dengan terapi terpadu untuk anak tuna rungu, bisa berbagi atau share pengalamannya melalui kolom komentar di bawah ini.

Sumber gambar : http://static.tweentribune.com/uploads/imagecache/600/deaf_600_02-20-15_1.jpg

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *