Teknik Pembelajaran Untuk Anak Tunanetra

Teknik Pembelajaran Untuk Anak Tunanetra

Pendidikan anak tunanetraAnak tunanetra adalah anak berkebutuhan khusus yang kehilangan penglihatan sehingga memberikan dampak bagi perkembangan para penyandangnya, baik secara langsung maupun tidak langsung. Dampak yang nyata dari tunanetra tersebut adalah keterbatasan atau kehilangan alat orientasi yang utama, kesulitan bahkan tidak mampu untuk menulis dan membaca huruf serta kesulitan dalam melakukan mobilitas.

Oleh sebab itu, anak tunanetra membutuhkan strategi pembelajaran dalam pendidikan sehingga memberikan dampak yang baik bagi perkembangannya. Salah satunya adalah memberikan keterampilan khusus agar mereka dapat melakukan mobilitas dengan cepat, aman dan tepat.

Permasalahan untuk strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra berdasarkan pada dua pemikiran, yaitu :

  1. Upaya memodifikasi lingkungan supaya sesuai dengan kondisi anak tunanetra
  2. Upaya pemanfaatan secara optimal indera-indera lain yang masih berfungsi dengan baik untuk mengimbangi kelemahan akibat hilangnya fungsi penglihatan.

Teknik pembelajaran anak tunanetra pada hakekatnya merupakan strategi umum yang diterapkan dalam kerangka dua pemikiran tersebut. Langkah pertama seorang guru harus bisa menguasai teknik pembelajaran yang umum dilakukan pada anak-anak normal seperti meliputi tujuan, alat, materi, cara, lingkungan dan aspek lainnya. Kedua, menganalisa komponen-komponen mana saja yang perlu untuk dirubah maupun tidak perlu. Selanjutnya pemanfaatan indera lainnya yang masih berfungsi secara optimal dan terpadu sebagai pemegang peran penting dalam menentukan keberhasilan belajar.

Dalam pembelajaran anak tunanetra, ada beberapa prinsip-prinsip yang perlu diperhatikan, diantaranya adalah :

Prinsip Individual

Prinsip individual merupakan prinsip umum dalam sebuah pembelajaran manapun (pendidikan umum maupun pendidikan anak berkebutuhan khusus) dimana guru dituntut untuk memperhatikan adanya perbedaan masing-masing individu. Dalam pendidikan anak tunanetra, dimensi perbedaan untuk individu itu sendiri menjadi lebih luas dan juga kompleks. Secara umum harus ada perbedaan layanan pendidikan antara anak yang mengalami kebutaan total dengan anak low vision. Prinsip individu ini mengisyaratkan bahwa guru perlu merancang strategi pembelajaran yang sesuai dengan keadaan si anak.

Prinsip kekonkritan atau pengalaman penginderaan

Strategi pembelajaran dalam pendidikan yang digunakan oleh guru harus dapat memungkinkan anak tunanetramemperoleh pengalaman secara nyata dari apa yang telah dipelajarinya. Strategi pembelajaran dalam pendidikan harus memungkinkan adanya akses secara langsung terhadap situasi atau objek. Anak-anak tunanetra harus dibimbing untuk meraba, mencium, mendengar, mengecap dan lain sebagainya. Prinsip ini erat kaitannya dengan komponen alat atau media serta lingkungan pembelajaran. Untuk itu perlu disediakan media pembelajaran yang bisa mendukung dan relevan.

Prinsip totalitas

Strategi pembelajaran yang dilakukan harus memungkinkan siswa untuk memperoleh pengalaman objek atau situasi secara utuh, caranya dengan guru mendorong siswa untuk melibatkan semua alat indera secara terpadu dalam memahami sebuah konsep. Misalnya saja, untuk mendapatkan gambaran tentang burung, anak tunanetra harus melibatkan indera perabaan untuk mengenali bentuk dan ukuran, sifat permukaan dan kehangatan. Selanjutnya harus memanfaatkan pendengaran untuk mengenali suara burung bahkan anak tunanetra bisa memanfaatkan penciumannya untuk mengenali bau khas burung. Kehilangan penglihatan bagi anak tunanetra menyebabkan dirinya sulituntuk mendapatkan sebuah gambaran utuh dan menyeluruh mengenai objek tertentu. Oleh sebab itu, perabaan dan beberapa teknik penggunaannya sangatlah penting dalam hal ini.

Prinsip aktivitas mandiri (selfactivity)

Strategi pembelajaran dalam pendidikan anak tunanetra harus bisa mendorong anak tunanetra agar belajar secara aktif dan mandiri. Anak tunanetra belajar untuk mencari dan menemukan sedangkan guru hanya sebagai fasilitator yang memudahkan para siswa untuk belajar serta sevagai motivator yang membangkitkan keinginan anak untuk mau belajar. Prinsip keempat dalam strategi pembelajaran ini harus memungkinkan siswa untuk mau bekerja dan mengalami, tidak untuk mendengar dan mencatatnya. Keharusan ini memiliki implikasi bahwa seorang siswa perlu mengetahui, menguasai serta menjalani suatu proses untuk memperoleh fakta dan konsep.

Dalam strategi pembelajaran untuk anak tunanetra ini, tugas guru adalah mencermati setiap bagian dari kurikulum yang diajarkan. Kurikulum mana yang harus disampaikan secara utuh tanpa mengalami perubahan dan mana yang harus dimodifikasi bahkan harus dihilangkan sama sekali.

Sumber gambar : http://www.blind.org.ph/img/mainpic_efbc_psbc.jpg

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *